Mengenal Tradisi Musik Gambus



Oleh: R. Purnawan

Anoa Press- Musik gambus pertama kalinya diperkenalkan oleh para seniman dari Timur Tengah sejak abad XV silam oleh bangsa Arab sekaligus dalam rangka menyebarkan syiar Islam di Nusantara. Perangkat  musik gambus bentuknya seperti mandolin yang dimainkan dengan cara dipetik dimana gambus tersebut terdiri dari 3 hingga 12 senar. Suara petikan gambus terdengar beriringan, seras dan selaras dengan irama penyanyinya yang juga pemain gambus itu sendiri. Walaupun terkadang pula orang lain yang melantunkan lagunya untuk mengiringi sang pemain. Seniman alat musik gambus begitu terampil memainkan jemarinya saat memetik senar gambus bersamaan dengan nyanyian yang berisikan tradisi tutur, pantun, nasehat, pergaulan muda-mudi, maupun hikayat dalam ungkapan syair.


Semenjak hadirnya musik modern yang beraliran pop, dangdut,  jazz, rock, R&B  hingga musik beraliran country. Tentu sedikit banyak menurunkan minat kaum generasi muda terhadap seni musik tradisional khususnya musik gambus saat ini. Musik gambus dianggap sebagai musik yang terkesan kolot dan hanya milik orang-orang tua tempo doeloe alias jadul.
Tentu saja pemahaman seperti itu sangat disayangkan apabila musik tradisional mulai ditinggalkan lantas kemudian perlahan hilang tanpa bekas. Seni tradisi musik gambus adalah bagian dari maskot seni musik tradisional dari beberapa etnis utama di daerah Sulawesi Tenggara (Sultra). Terdapat empat etnis utama yang mendiami daerah yang berjuluk Bumi Anoa ini, yang terdiri dari etnis Tolaki, etnis Muna, etnis Buton dan etnis Moronene serta etnis-etnis lainnya seperti etnis Bugis, Bajo dan lain sebagainya.  Keempat etnis asli Sultra  tersebut memiliki seni musik tradisi gambus dengan nada dan irama yang berbeda pula, namun pada umumnya nyanyian tradisi tutur yang sifatnya sama yakni berisi petuah kehidupan, percintaan muda-mudi, nasehat orang tua kepada anaknya dan juga berupa syair maupun hikayat. Setiap daerah berbeda pula tradisi tuturnya seperti suku Tolaki, tradisi tuturnya yang terkenal adalah Moanggo, suku Wolio Buton yang dikenal dengan Kabanti, di Muna dengan istilah Kantola dan di wilayah etnis Moronene dikenal dengan Mekada. Sementara suku Bajo dengan nama Iko-Iko dan suku Bugis Makassar dikenal dengan Kelong-Kelong Toriolo.
Banyak makna tersirat oleh seniman gambus ini yang disampaikan dalam bentuk lakon yang berbeda pula. Ada yang melantunkan syair nada yang sedih, berpantun dan bahkan ada pula yang terkesan lucu sehingga membuat penonton dan penikmat musik gambus menjadi tertawa terpingkal-pingkal karenanya.
Sudah selayaknya tradisi musik gambus ini dilestarikan sebagai bagian dari kepedulian kita terhadap seni tradisional di negeri sendiri. Wassalam…


*Penulis, Freelance Writer dan Pemerhati Seni Budaya Sultra

Share on Google Plus

anoapress

    Blogger Comment
    Facebook Comment
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar